Selasa, 13 April 2010

perkembangan animasi indonesia

Animasi di negeri ini, bukanlah barang yang langka. Peminatnya pun kian banyak. Tak aneh bila kemudian Indonesia banyak menghasilkan banyak animator gape. Buktinya, salah satu studio 3D terbesar di Asia Tenggara yang berlokasi di Singapura, Infinite Frameworks, banyak memiliki tenaga outsource asal sini.

Ada juga studio animasi yang sukses di dalam negeri, salah satunya adalah Matahari. Hasil karya mereka juga digunakan untuk produk-produk terkenal, antara lain untuk desain-desain mobil dalam game Need For Speed, Underground.

Tapi kenapa perkembangan animasi di tanah air malah stagnan? Salah seorang animator lokal Deswara Adez Aulia, menilai masyarakat Indonesia menggolongkan animasi dan kegiatan kreatif lainnya hanya sebagai kebutuhan tersier.

Sayangnya, masyarakat kita masih mengalami kesulitan untuk menjangkau kebutuhan primernya. Tak heran bila industri animasi di Indonesia masih kalah bersaing dari negara-negara tetangga yang relatif lebih maju.

Akibatnya seperti diungkapkan di atas, animator-animator kita pada ngacir ke negara lain. "Terus terang saja, peluang justru lebih terbuka di negara lain," katanya di sela-sela jumpa pers peluncuran Autodesk Maya 2009, di Jakarta, Kamis 23 Oktober 2008.

Selain itu, menurut Adez, yang menjadi persoalan krusial bagi animator Indonesia adalah bahasa. Walaupun kualitas animasi yang dihasilkan bagus, tapi akses untuk menjual hasil itu ke luar negeri masih terbatas. "Bagaimana kita bisa memperluas link, sementara bahasa Inggris kita masih 'berantakan'," tukas dia.

Faktor lain yang tak kalah penting, adalah kurangnya sorotan terhadap dunia animasi di Indonesia. "Padahal di Indonesia sedikit-dikitnya dibutuhkan sekitar 200.000 animator sekarang ini." ucapnya.

Memang, kendala yang sangat umum saat ini adalah masalah dana. Selain itu, ternyata pemerintah kita juga kurang mendukung adanya program-program kreatif yang murni hasil karya anak negeri. Padahal dukungan itu sangat dibutuhkan untuk menstimulasi kreatifitas yang lebih baik. Begini saja, lupakan tentang dana dan dukungan pemerintah. Saat ini, yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana hasil karya anak negeri mampu menjadikan karya yang membanggakan bagi negeri ini. Mungkin, saat ini pemerintah belum bisa menerima proposal proyek kreatif karena belum ada bukti. Bisa jadi ini alasan utama mereka yang sehingga untuk dukungan materi pun kurang begitu dipedulikan. Yah…kita harus mengakui kelemahan negeri ini. Namun, sekali lagi, ayo tunjukkan bahwa kita semua, anak negeri yang kreatif, harus tetap menjadikan diri kita orang yang kreatif. Tak usah menunggu, dana atau dukungan pemerintah.

Sebagai pembanding, akhir-akhir ini saya sering mencari info dan mengikuti perkembangan animasi di negera tetangga kita. Sebut saja Malaysia, Thailand dan India. Berikut hasil penelusuran:




Animasi Malaysia

Upin dan Ipin (Les’ Copaque Production)

Geng (Les’ Copaque Production)


Kedua film animasi tersebut memang berasal dari satu produksi, jadi tak heran bila karakter serta gaya cerita juga hampir sama. Sebut saja Upin & Ipin, yang beralatar anak melayu yang sangat lucu dan jail. Karena kelucuan mereka, suasana tiap episode cerita semakin menarik. Sedangkan Geng adalah peranakan dari Upin & Ipin, pasalnya mereka masih ikut dalam alur cerita Geng, hanya ada beberapa tambahan saja yang membuat Geng beda. Kalau, Upin & Ipin berlatar cerita Islami, namun Geng lebih bervariasi karena ada banyak etnis di sana.

Menurut kabar, film animasi buatan Malaysia ini memang disponsori oleh pemerintah, jadi mereka lebih kuat dalam dana sehingga stimulus kreatifitas yang lebih mampu didapat. Mungkin ini adalah pelajaran bagi kita semua serta pemerintah Indonesia tercinta ini. Betul, gan?



Animasi India

Sultan the Warriors (Rajinikanth Animation)

Bal Ganesh (Shemaroo Entertainment)



Film Sultan the Warriors memang masih terdengar baru, namun siapa sangka bahwa India yang dulunya dikenal lebih miskin daripada Indonesia mampu membuat gebrakan yang membuat kita geleng-geleng. Apalagi dalam film animasi tersebut didukung oleh komposer musik ternama, AR Rahman, yang telah memenangi dua kategori piala Academy Award (Oscar) 2009 dengan kreatifitas soundtrack-nya di film Slumdog Millioner yang juga memenangi beberapa penghargaan internasional.

Film Sultan the Warriors sendiri berlatar tentang kerajaan Islam di India. Sedangkan Bal Ganesh sudah tentu berlatar Hindu, karena film ini menceritakan tentang Ganesha (si Dewa Gajah). Kedua film animasi ini beda rumah produksi, jadi karakter dan gaya maupun pesan yang disampaikan juga berbeda. Namun, bila dibandingkan dengan animasi Malaysia, mereka kalah dalam teknik animasi 3D, namun dalam soundtrack, India jagonya.




Animasi Thailand

Khan Kluay (Kantana Animation)

Nak (Sahamongko Film International)



Negeri Gajah Putih ini juga mempunyai animasi yang nggak kalah menarik. Khan Kluay bercerita tentang hewan suci atau hewan khas masyarakat Thailand, yakni gajah (seharusnya gajah Lampung juga bisa yak...Hiks!). Ber-setting kerajaan kuno Thailand, gajah tersebut muncul sebagai pahlawan dalam perebutan kekuasaan. Animator Thailand ini mengemas apik semua karakter maupun cerita.

Beda lagi dengan Nak, film animasi yang bercerita tentang makhluk halus serta manusia yang mempunyai kekuatan magis, seperti Fantastic Four. Setting film ini masih mengandalkan misteri dan horor. Menurut saya, animasi ini masih biasa dibanding dengan animasi-animasi yang lain.




Animasi Indonesia

Sing to the Dawn (Infinite Framework)

Luk Songo (mattanee.blogspot.com)


Seharusnya kita bangga menjadi orang Indonesia yang tak mau kalah dengan negara lain, terutama dalam film animasi. Sing to the Dawn merupakan film animasi pertama yang dipublikasikan dan dikomersialkan, namun menurut kabar bukan asli seratus persen orang Indonesia yang membuat, karena ada beberapa animator asing yang ikut terlibat di dalamnya, sebut saja animator asal negeri Singapura. Maklum, rumah produksi Sing to the Dawn berada di Batam, tapi berpusat di Singapura.

Karakter pada film ini Asia banget, Indonesia banget. Landscape yang ditampilkan pun sangat apik, namun masih kalah dengan teknik dari Les’ Copaque. Kalau dengan animasi India, Indonesia masih lebih baik.

Luk Songo, film animasi asli garapan anak lokal, anak negeri, asal Surabaya, namanya Jacky (baca: Zaki) dan Kurniawan. Saya salut dengan film ini, meski awal-awalnya agak kaku dan bukan seperti animasi 3D, namun perkembangannya sungguh bagus. Dari beberapa episode, peningkatan karakter dan teknik semakin ciamik. Ini adalah salah satu animasi indie yang terdeteksi. Mungkin masih banyak animator-animator indie yang lain yang mempunyai karya (terus cari yak…)

Film Luk Songo bercerita tentang masa-masa kerajaan Islam di pulau Jawa, lebih mirip sama karakter Wali Songo, namun kesan bukan walisongo. Saya sangat bangga banget dengan film animasi ini, karena karakter lokal mampu ditampilkan dengan ciamik.

hidup animasi INDONESIA. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 belajar | Design : Noyod.Com | Images : Red_Priest_Usada, flashouille